Wednesday, April 27, 2016

Makna & Filosofi Situs Makam Kabuyutan Astana Cipeueut, Cipaku-Sumedang. Tugas Mata Kuliah: WIWIN PURWINARTI

Makna & Filosofi Situs Makam Kabuyutan Astana Cipeueut, Cipaku-Sumedang. Tugas Mata Kuliah: WIWIN PURWINARTI


Sejarah Singkat Sumedang
Berdasarkan hasil penelitian para ahli sejarah, runtuhnya Kerajaan Pajajaran pada abad ke-16 erat kaitannya dengan perkembangan Kerajaan Sumedang Larang, Kekuasaan Pajajaran setelah adanya serangan laskar gabungan dari kerajaan Banten, Pakungwati, Demak, dan Angke. Pada waktu itu Sumedang Larang tidak ikut runtuh karena sebagian rakyatnya sudah memeluk Agama Islam yang dating dari arah timur. Oleh karena itu pula pemegang pemerintahan kerajaan Sumedang Larang waktu itu adalah Pangeran Kusumahdinata yang berkuasa dari tahun 1530-1578, atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Sumedang dengan sebutan Pangeran Santri.

Menurut catatan sejarah, sebelum menjadi Kabupaten Sumedang seperti sekarang ini, telah terjadi beberapa peristiwa yang sangat penting, diantaranya:
Pada mulanya Kabupaten Sumedang adalah sebuah kerajaan bernama Kerajaan Tembong Agung dengan rajanya bernama Prabu Aji Putih (Aji Purwa Sumedang).
Pada masa  pemerintahan Prabu Tuntang Buana yang juga dikenal dengan sebutan Prabu Tajimalela, Kerajaan Tembong Agung berubah menjadi Kerajaan Sumedang Larang.
Kerajaan Sumedang Larang mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Pangeran Angka Wijaya atau dikenal dengan sebutan Prabu Geusan Ulun. Pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun inilah banyak kejadian-kejadian yang sangat menentukan arah kebijakan Sumedang kea rah masa depan yang tertulis dalam sejarah, diantaranya adalah peristiwa kedatangan Mahkota Binokasih dari Pajajaran, peristiwa Harisbaya, perang dengan Cirebon, dan lepasnya Sindangkasih.
Pada tanggal 22 April 1579, Prabu Geusan Ulun dinobatkan menjadi Prabu Sumedang Larang. Penobatan ini menjadi sejarah dan titik awal berkembangnya Kabupaten Sumedang sebagai sebuah pemerintahan yang memiliki otoritas penuh. Oleh sebab itu, tanggal 22 April ditetapkan menjadi hari jadi Kabupaten Sumedang.

Situs Astana Gede
Situs Astana Gede terletak di Kampung Astana Gede, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja. Berada pada koordinat 06053’40,4” LS dan 108004’34,9” BT dengan ketinggian + 230 mdpl. Situs ini berupa bangunan teras berundak terdiri dari tiga teras. Teras paling atas berukuran kecil, terdapat makam Mbah Dalem Prabu Lembu Agung, dan makam Mbah Dalem Demang Cipaku.

Makam Mbah Dalem Prabu Lembu Agung terletak di sebelah uatara pada bagian terdalam situs. Bangunan yang disebut makam ini berupa struktur batu berteras dua dengan batu tegak di bagian puncak utara dan selatan. Di sebelah selatan makam Prabu Lembu Agung terdapat makam Mbah Jalul, dan di sebelah selatan makam Mbah Jalul yang berdekatan pemakaman umum, terdapat makam Mbah Dalem Siti Sujiah dan Dalem Demang Cipaku.


Situs Astana Cipeueut
Situs Astana Cipeueut terletak di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, kurang lebih 500m dari situs Astana Gede. Berada pada koordinat 06053’40,4” LS dan 108004’34,9” BT dengan ketinggian + 230 mdpl. Pada satu lahan yang sekarang dijadikan pesawahan penduduk. Bagian yang teramati terdiri dari bangunan berbentuk empat persegi panjang yang dibatasi oleh pagar batu setinggi 20 cm. Pada bagian tengah atas (sisi panjang) terdapat lingga (semu) dan di depan lingga itu diletakkan batu datar (tempat sesaji). Batuan penyusunnya terdiri dari batu kali.

Ketiga struktur itu oleh juru kunci disebut sebagai makam Ratu Inten Nawang Wulan, makam Eyang Wulan alias Siliwangi, dan makam Prabu Aji Putih. Setelah melakukan studi lapangan menuju situs ini, maka akan dibahas selanjutnya lebih terperinci menggunakan metode dan teori-teori filsafat paradoks.

Kata Kunci: Sejarah, Sumedang, Situs


No comments:

Post a Comment